Berikut ini pengertian sosialisasi
menurut para ahli:
a. Charlotte
Buhler
Sosialisasi adalah
proses yang membantu individu-individu belajar dan menyesuaikan diri, bagaimana
cara hidup dan berpikir kelompoknya agar ia dapat berperan dan berfungsi dengan
kelompoknya.
b. Peter
Berger
Sosialisasi adalah
suatu proses dimana seseorang menghayati serta memahami norma-norma dalam
masyarakat tempat tinggalnya sehingga akan membentuk kepribadiannya.
c. Paul
B. Horton
Sosialisasi adalah
suatu proses dimana seseorang menghayati serta memahami norma-norma dalam
masyarakat tempat tinggalnya sehingga akan membentuk kepribadiannya.
d. Soerjono
Soekanto
Sosialisasi adalah
proses mengkomunikasikan kebudayaan kepada warga masyarakat yang baru.
Sosialisasi adalah sebuah proses penanaman atau transfer
kebiasaan atau nilai dan aturan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau masyarakat. Sejumlah sosiolog menyebut sosialisasi sebagai teori mengenai peranan (role theory). Karena dalam proses
sosialisasi diajarkan peran-peran yang harus dijalankan oleh individu.
Jenis sosialisasi
Keluarga
sebagai perantara sosialisasi primer
Berdasarkan
jenisnya, sosialisasi dibagi menjadi dua: sosialisasi primer (dalam keluarga)
dan sosialisasi sekunder (dalam masyarakat). Menurut Goffman kedua
proses tersebut berlangsung dalam institusi total, yaitu tempat tinggal dan
tempat bekerja. Dalam kedua institusi tersebut, terdapat sejumlah individu
dalam situasi yang sama, terpisah dari masyarakat luas dalam jangka waktu kurun
tertentu, bersama-sama menjalani hidup yang terkukung, dan diatur secara
formal.
- Sosialisasi primer
Peter L.
Berger dan Luckmann
mendefinisikan sosialisasi primer sebagai sosialisasi pertama yang dijalani
individu semasa kecil dengan belajar menjadi anggota masyarakat (keluarga). Sosialisasi
primer berlangsung saat anak berusia 1-5 tahun atau saat anak belum masuk ke sekolah. Anak mulai mengenal anggota keluarga dan lingkungan keluarga. Secara bertahap dia
mulai mampu membedakan dirinya dengan orang lain di sekitar keluarganya.
Dalam
tahap ini, peran orang-orang yang terdekat dengan anak menjadi sangat penting
sebab seorang anak melakukan pola interaksi secara terbatas di dalamnya. Warna kepribadian anak akan sangat ditentukan oleh warna kepribadian dan interaksi
yang terjadi antara anak dengan anggota keluarga terdekatnya.
- Sosialisasi sekunder
Sosialisasi
sekunder adalah suatu proses sosialisasi lanjutan setelah sosialisasi primer
yang memperkenalkan individu ke dalam kelompok tertentu dalam masyarakat. Salah satu bentuknya adalah resosialisasi
dan desosialisasi. Dalam proses resosialisasi, seseorang diberi suatu
identitas diri yang baru. Sedangkan dalam proses desosialisasi, seseorang
mengalami 'pencabutan' identitas diri yang lama.
Tipe sosialisasi
Setiap
kelompok masyarakat mempunyai standar dan nilai yang
berbeda. contoh, standar 'apakah seseorang itu baik atau tidak' di sekolah
dengan di kelompok sepermainan tentu berbeda. Di sekolah, misalnya, seseorang disebut baik apabila nilai
ulangannya di atas tujuh atau tidak pernah terlambat masuk sekolah. Sementara
di kelompok sepermainan, seseorang disebut baik apabila solider dengan teman
atau saling membantu. Perbedaan standar dan nilai pun tidak terlepas dari tipe
sosialisasi yang ada. Ada dua tipe sosialisasi. Kedua tipe sosialisasi tersebut
adalah sebagai berikut.
- Formal
Sosialisasi
tipe ini terjadi melalui lembaga-lembaga yang berwenang menurut ketentuan yang
berlaku dalam negara, seperti pendidikan di sekolah dan pendidikan militer.
- Informal
Sosialisasi
tipe ini terdapat di masyarakat atau dalam pergaulan yang bersifat
kekeluargaan, seperti antara teman, sahabat, sesama anggota klub, dan kelompok-kelompok sosial yang ada di
dalam masyarakat.
Baik
sosialisasi formal maupun sosialisasi informal tetap mengarah kepada
pertumbuhan pribadi anak agar sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di
lingkungannya. Dalam lingkungan formal seperti di sekolah, seorang siswa
bergaul dengan teman sekolahnya dan berinteraksi dengan guru dan karyawan
sekolahnya. Dalam interaksi tersebut, ia mengalami proses sosialisasi. dengan
adanya proses soialisasi tersebut, siswa akan disadarkan tentang peranan apa
yang harus ia lakukan. Siswa juga diharapkan mempunyai kesadaran dalam dirinya
untuk menilai dirinya sendiri. Misalnya, apakah saya ini termasuk anak yang
baik dan disukai teman atau tidak? Apakah perliaku saya sudah pantas atau tidak?
Meskipun
proses sosialisasi dipisahkan secara formal dan informal, namun hasilnya sangat
suluit untuk dipisah-pisahkan karena individu biasanya mendapat sosialisasi
formal dan informal sekaligus.
Pola sosialisasi
Sosiologi
dapat dibagi menjadi dua pola: sosialisasi represif dan sosialisasi
partisipatoris. Sosialisasi represif (repressive socialization)
menekankan pada penggunaan hukuman terhadap kesalahan. Ciri lain dari
sosialisasi represif adalah penekanan pada penggunaan materi dalam hukuman dan
imbalan. Penekanan pada kepatuhan anak dan orang tua. Penekanan pada komunikasi
yang bersifat satu arah, nonverbal dan berisi perintah, penekanan sosialisasi
terletak pada orang tua dan keinginan orang tua, dan peran keluarga sebagai significant
other. Sosialisasi partisipatoris (participatory socialization)
merupakan pola di mana anak diberi imbalan ketika berprilaku baik. Selain itu,
hukuman dan imbalan bersifat simbolik. Dalam proses sosialisasi ini anak diberi
kebebasan. Penekanan diletakkan pada interaksi dan komunikasi bersifat lisan yang menjadi pusat sosialisasi
adalah anak dan keperluan anak. Keluarga menjadi generalized other.
Proses sosialisasi
Menurut George Herbert Mead
George
Herbert Mead berpendapat bahwa sosialisasi yang dilalui seseorang dapat
dibedakan menlalui tahap-tahap sebagai berikut.
- Tahap persiapan (Preparatory Stage)
Tahap
ini dialami sejak manusia dilahirkan, saat seorang anak mempersiapkan diri untuk mengenal dunia sosialnya, termasuk untuk memperoleh pemahaman tentang diri. Pada tahap ini
juga anak-anak mulai melakukan kegiatan meniru meski tidak sempurna.
Contoh:
Kata "makan" yang diajarkan ibu kepada anaknya yang masih balita diucapkan "mam". Makna kata tersebut
juga belum dipahami tepat oleh anak. Lama-kelamaan anak memahami secara tepat
makna kata makan tersebut dengan kenyataan yang dialaminya.
- Tahap meniru (Play Stage)
Tahap
ini ditandai dengan semakin sempurnanya seorang anak menirukan peran-peran yang
dilakukan oleh orang dewasa. Pada
tahap ini mulai terbentuk kesadaran tentang anma diri dan siapa nama orang
tuanya, kakaknya, dan sebagainya. Anak mulai menyadari tentang apa yang
dilakukan seorang ibu dan apa yang diharapkan seorang ibu dari anak. Dengan
kata lain, kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi orang lain juga mulai
terbentuk pada tahap ini. Kesadaran bahwa dunia sosial manusia berisikan banyak
orang telah mulai terbentuk. Sebagian dari orang tersebut merupakan orang-orang
yang dianggap penting bagi pembentukan dan bertahannya diri, yakni dari mana
anak menyerap norma dan nilai. Bagi seorang anak, orang-orang ini disebut orang-orang yang amat
berarti (Significant other)
- Tahap siap bertindak (Game Stage)
Peniruan
yang dilakukan sudah mulai berkurang dan digantikan oleh peran yang secara langsung dimainkan sendiri dengan
penuh kesadaran. Kemampuannya menempatkan diri pada posisi orang lain pun meningkat
sehingga memungkinkan adanya kemampuan bermain secara bersama-sama. Dia mulai menyadari
adanya tuntutan untuk membela keluarga dan bekerja sama dengan teman-temannya. Pada tahap ini lawan berinteraksi semakin banyak dan hubunganya semakin kompleks. Individu mulai
berhubungan dengan teman-teman sebaya di luar rumah. Peraturan-peraturan yang
berlaku di luar keluarganya secara bertahap juga mulai dipahami. Bersamaan
dengan itu, anak mulai menyadari bahwa ada norma
tertentu yang berlaku di luar keluarganya.
- Tahap penerimaan norma kolektif (Generalized Stage/Generalized other)
Pada
tahap ini seseorang telah dianggap dewasa. Dia sudah dapat menempatkan dirinya pada
posisi masyarakat secara luas. Dengan kata lain, ia dapat bertenggang rasa
tidak hanya dengan orang-orang yang berinteraksi dengannya tapi juga dengan
masyarakat luas. Manusia dewasa menyadari pentingnya peraturan, kemampuan
bekerja sama--bahkan dengan orang lain yang tidak dikenalnya-- secara mantap.
Manusia dengan perkembangan diri pada tahap ini telah menjadi warga masyarakat
dalam arti sepenuhnya.
Menurut Charles H. Cooley
Cooley
lebih menekankan peranan interaksi dalam teorinya. Menurut dia, Konsep Diri (self
concept) seseorang berkembang melalui interaksinya dengan orang lain.
Sesuatu yang kemudian disebut looking-glass self terbentuk melalui tiga
tahapan sebagai berikut.
1. Kita
membayangkan bagaimana kita di mata orang lain.
Seorang
anak merasa dirinya sebagai anak yang paling hebat dan yang paling pintar
karena sang anak memiliki prestasi di kelas dan selalu menang di berbagai
lomba.
2. Kita
membayangkan bagaimana orang lain menilai kita.
Dengan
pandangan bahwa si anak adalah anak yang hebat, sang anak membayangkan
pandangan orang lain terhadapnya. Ia merasa orang lain selalu memuji dia,
selalu percaya pada tindakannya. Perasaan ini bisa muncul dari perlakuan orang
terhadap dirinya. MIsalnya, gurunya selalu mengikutsertakan dirinya dalam
berbagai lomba atau orang tuanya selalu memamerkannya kepada orang lain.
Ingatlah bahwa pandangan ini belum tentu benar. Sang anak mungkin merasa dirinya
hebat padahal bila dibandingkan dengan orang lain, ia tidak ada apa-apanya.
Perasaan hebat ini bisa jadi menurun kalau sang anak memperoleh informasi dari
orang lain bahwa ada anak yang lebih hebat dari dia.
3.
Bagaimana perasaan kita sebagai akibat dari penilaian tersebut.
Dengan
adanya penilaian bahwa sang anak adalah anak yang hebat, timbul perasaan bangga
dan penuh percaya diri.
Ketiga
tahapan di atas berkaitan erat dengan teori labeling, dimana seseorang
akan berusaha memainkan peran sosial sesuai dengan apa penilaian orang
terhadapnya. Jika seorang anak dicap "nakal", maka ada kemungkinan ia
akan memainkan peran sebagai "anak nakal" sesuai dengan penilaian
orang terhadapnya, walaupun penilaian itu belum tentu kebenarannya.
1. Faktor-faktor
Interaksi Sosial
a.
Imitasi
Imitasi adalah proses social atau tindakan seseorang untuk meniru orang
lain melalui sikap, penampilan atau gaya hidup, bahkan apa saja yang dimiliki
orang lain. Contohnya antara lain:
·
Dalam
lingkungan keluarga
Contohnya : cara
berbicara, cara berpakaian
·
Dalam
lingkungan masyarakat
v media audio visual seperti radio, dan
televisi serta media cetak (Koran, majalah).
b.
Sugesti
Sugesti
adalah rangsangan, pengaruh, atau stimulasi yang diberikan oleh seorang
individu kepada individu lainnya, sehingga orang yang diberi sugesti
melaksanakan apa yang disugestikannya tanpa berpikir lagi secara kritis dan
rasional. Sugesti terbentuk berasal dari orang-orang yang memiliki wibawa, kekuasaan,
maupun pengaruh besar, dalam lingkungan social. Misalnya ulama, ketua adapt,
cendikiawan, sesepuh kampung, dan sebagainya.
Sugesti akan berlangsung cepat atau lambat dipengaruhi oleh hal-hal berikut :
Sugesti akan berlangsung cepat atau lambat dipengaruhi oleh hal-hal berikut :
·
Usia
·
Kemampuan intelektual
·
Keadaan fisik
·
Kepribadian
Orang untuk tersugesti
diantaranya sebagai berikut :
·
Kurang bersikap kritis
·
Berpendidikan rendah
·
Pemberi sugesti mempunyai otoritas. Contohnya
nasihat ulama akan lebih didengar dan dipatuhi dari pada nasihat tokoh
intelektual.
·
Orang yang dalam keadaan ragu-ragu.
c.
Identifikasi
d.
Simpati
e.
Empati
f.
Motivasi
Agen sosialisasi
Agen
sosialisasi adalah pihak-pihak yang melaksanakan atau melakukan sosialisasi.
Ada empat agen sosialisasi yang utama, yaitu keluarga, kelompok bermain, media
massa, dan lembaga pendidikan
sekolah.
Pesan-pesan
yang disampaikan agen sosialisasi berlainan dan tidak selamanya sejalan satu
sama lain. Apa yang diajarkan keluarga mungkin saja berbeda dan bisa jadi
bertentangan dengan apa yang diajarkan oleh agen sosialisasi lain. Misalnya, di
sekolah anak-anak diajarkan untuk tidak merokok, meminum minman keras dan
menggunakan obat-obatan terlarang (narkoba), tetapi mereka dengan leluasa
mempelajarinya dari teman-teman sebaya atau media massa.
Proses
sosialisasi akan berjalan lancar apabila pesan-pesan yang disampaikan oleh
agen-agen sosialisasi itu tidak bertentangan atau selayaknya saling mendukung
satu sama lain. Akan tetapi, di masyarakat, sosialisasi dijalani oleh individu
dalam situasi konflik pribadi karena dikacaukan oleh agen sosialisasi yang
berlainan.
- Keluarga (kinship)
Bagi keluarga
inti (nuclear family) agen sosialisasi
meliputi ayah, ibu, saudara kandung, dan saudara angkat yang
belum menikah dan tinggal secara bersama-sama dalam suatu rumah. Sedangkan pada masyarakat yang menganut sistem kekerabatan diperluas (extended
family), agen sosialisasinya menjadi lebih luas karena dalam satu rumah
dapat saja terdiri atas beberapa keluarga yang meliputi kakek, nenek, paman,
dan bibi di samping anggota keluarga inti. Pada masyarakat perkotaan yang telah
padat penduduknya, sosialisasi dilakukan oleh orang-orabng yang berada diluar
anggota kerabat biologis seorang anak. Kadangkala terdapat agen sosialisasi
yang merupakan anggota kerabat sosiologisnya, misalnya pengasuh bayi (baby sitter).
menurut Gertrudge
Jaeger peranan para agen
sosialisasi dalam sistem keluarga pada tahap awal sangat besar karena anak
sepenuhnya berada dalam ligkugan keluarganya terutama orang tuanya sendiri.
- Teman pergaulan
Teman
pergaulan (sering juga disebut teman bermain) pertama kali didapatkan manusia
ketika ia mampu berpergian ke luar rumah. Pada awalnya, teman bermain
dimaksudkan sebagai kelompok yang bersifat rekreatif, namun dapat pula
memberikan pengaruh dalam proses sosialisasi setelah keluarga. Puncak pengaruh
teman bermain adalah pada masa remaja. Kelompok bermain lebih banyak berperan dalam
membentuk kepribadian seorang individu.
Berbeda
dengan proses sosialisasi dalam keluarga yang melibatkan hubungan tidak
sederajat (berbeda usia, pengalaman, dan peranan), sosialisasi dalam kelompok
bermain dilakukan dengan cara mempelajari pola interaksi dengan orang-orang
yang sederajat dengan dirinya. Oleh sebab itu, dalam kelompok bermain, anak
dapat mempelajari peraturan yang mengatur peranan orang-orang yang kedudukannya
sederajat dan juga mempelajari nilai-nilai keadilan.
- Lembaga pendidikan formal (sekolah)
Media
massa merupakan salah satu agen sosialisasi yang paling berpengaruh
Menurut Dreeben,
dalam lembaga pendidikan formal seseorang belajar membaca, menulis, dan
berhitung. Aspek lain yang juga dipelajari adalah aturan-aturan mengenai
kemandirian (independence), prestasi (achievement),
universalisme, dan kekhasan (specificity). Di lingkungan rumah seorang
anak mengharapkan bantuan dari orang tuanya dalam melaksanakan berbagai
pekerjaan, tetapi di sekolah sebagian besar tugas sekolah harus dilakukan sendiri dengan penuh
rasa tanggung jawab.
- Media massa
Yang
termasuk kelompok media massa di sini adalah media cetak (surat kabar, majalah, tabloid), media elektronik (radio, televisi, video, film). Besarnya pengaruh media sangat tergantung
pada kualitas dan frekuensi pesan yang disampaikan.
Contoh:
·
Penayangan
acara SmackDown! di televisi diyakini telah menyebabkan penyimpangan perilaku
anak-anak dalam beberapa kasus.
·
Iklan
produk-produk tertentu telah meningkatkan pola konsumsi atau bahkan gaya hidup
masyarakat pada umumnya.
·
Gelombang
besar pornografi, baik dari internet maupun media cetak atau tv, didahului
dengan gelombang game eletronik dan segmen-segmen tertentu dari media TV
(horor, kekerasan, ketaklogisan, dan seterusnya) diyakini telah mengakibatkan
kecanduan massal, penurunan kecerdasan, menghilangnya perhatian/kepekaan
sosial, dan dampak buruk lainnya.
- Agen-agen lain
Selain keluarga, sekolah, kelompok bermain dan media massa, sosialisasi
juga dilakukan oleh institusi agama, tetangga, organisasi rekreasional, masyarakat, dan lingkungan pekerjaan. Semuanya membantu
seseorang membentuk pandangannya sendiri tentang dunianya dan membuat presepsi
mengenai tindakan-tindakan yang pantas dan tidak pantas dilakukan. Dalam
beberapa kasus, pengaruh-pengaruh agen-agen ini sangat besar.
0 komentar:
Posting Komentar