A.
Pendidikan
Sebagai Ilmu
Menurut Driyarkara, pendidikan adalah fenomena yang
fundamental atau asasi dalam kehidupan manusia. Kita dapat mengatakan, bahwa di
mana ada kehidupan manusia, bagaimanapun juga di situ pasti ada pendidikan (Dwi
Siswoyo, 2008: 28). Sedangkan menurut Soedomo, satu hal yang menjadi jelas dan
apa yang disebut pendidikan adalah upaya sadar untuk mengembangkan
potensi-potensi yang dimiliki manusia.
Teori pendidikan menurut Ernest E. Bayles, adalah
berkenaan tidak hanya dengan apa yang ada, tetapi bahkan banyak juga dengan apa
yang harus ada. Sebagai teori yang dikembangkan secara sadar dalam kaitannya
dengan upaya pendidikan, maka teori pendidikan memiliki keunikan tersendiri
apabila dibandingkan dengan teori penjelas yang memandang pendidikan
semata-mata sebagai gejala atau sebagai fenomena atau sebagai fakta.
Berikut ini adalah pendapat sejumlah ahli tentang
apa yang dimaksud dengan ilmu pendidikan:
1. Menurut
M. J. Langeveld (1955), paedagogiek(ilmu mendidik atau ilmu pendidikan) adalah
suatu ilmu yang bukan saja menelaah objeknya untukmengetahui betapa keadaan
atau hakiki objek itu, melainkan mempelajari pula betapa hendaknya bertindak.
2.
Menurut S. Brodjonagoro (1966: 35), ilmu
pendidikan atau paedagogiek adalah teori pendidikan, perenungan tentang
pendididkan.
3.
Menurut Cater V. Good (1945: 36), ilmu
pendidikan adalah suatu bangunana pengetahuan yang sistematis mengenai
aspek-aspek kuantitatif, objek dan proses belajar, menggunakan instrument secara
seksama dalam mengajukan hipotessis-hipotesis pendidikan untuk diuji dan
pengalaman, seringkali dalam bentuk eksperimental.
4.
Menurut Imam Barnadib (1987: 7), ilmu
pendidikan adalah ilmu yang membicarakan masalah-masalah umum pendidikan secara
menyeluruh dan abstrak.
5.
Menurut Driyarkara (1980: 66-67), ilmu
pendidikan adalah pemikiran ilmiah (pemikiran yang bersifat kritis, metodis dan
sistematis) tentang realitas yang kita sebut pendidikan.
Dari uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa:
1. Ilmu
pendidikan adalah ilmu yang menelaah fenomena pendidikan dalam perspektif yyang
luas dan integrative.
2. Fenomena
pendidikan ini bukan hanya merupakan gejala yang melekat pada manusia (gejala
yang universal), dalam perspektif yang luas, melainka juga sekaligus merupakan
upaya untuk memanusiakan menusia agar menjadi sebenar-benarnya manusia(insane),
yang hal ini secara integrative diperlukan menggunakan berbagai kajian tentang
pendidikan (kajian historis, filosofis, psikologis, dan sosiologis).
3. Upaya
pendidikan mencakup keseluruhan aktivitas pendidikan (mendidik dan dididik) dan
pemikiran yang sistematik tentang pendidikan.
1.
Persyaratan
Pendidikan sebagai Ilmu
Suatu kawasan studi
dapat tampil atau menampilkan diri sebagai suatu disiplin ilmu, bila dipenuhi
setidak-tidaknya tiga syarat, yaitu:
a. Memiliki
objek studi (objek material dan objek formal)
b. Memiliki
sistematika
c. Memiliki
metode
Yang
menjadi objek material ilmu pendidika adalah perilaku manusia. Objek formal
ilmu pendidikan adalah menelaah fenomena pendidikan dalam perspektif yang luas
dan integrative.
Secara
teoritik sistematika ilmu pendidikan dapat dibedakan menjadi tiga segi
tinjauan, yaitu:
a. Melihat
pendidikan sebagai gejala yang manusiawi
b. Dengan
melihat pendidikan sebagai upaya sadar
c. Dengan
melihat pendidikan sebagai gejala manusiawi, sekaligus upaya sadar dengan
mengantisipasi perkembangan sosio-budaya di masa depan
Sistematika
yang pertama, pendidian sebagai gejala, dapat dianalisis dan proses atau
situasi pendidikan, yaitu adanya komponen-komponen pendidikan yang secara
terpadu saling berinteraksi dalam suatu rangkaian keseluruhan kebulatan
kesatuan dalam mencapai tujuan. Komponene-komponen pendidikan itu adalah:
a. Tujuan
Pendidikan
b. Peserta
didik
c. Pendidik
d. Isi
Pendidikan
e. Metode
Pendidikan
f. Alat
Pendidikan
g. Lingkungan
Pendidikan
Sistematika
yang kedua, pendidikan sebagai upaya sadar untuk mengembangkan kepribadian dan
kemampuan manusia. Sistematika yang kedua ini menurut Noeng Muhadjir (1987:
19-37) bertolak dan fungsi pendidikan, yaitu:
a. Menumbuhkan
kreatifitas peserta didik (pendidikan kreatifitas)
b. Menjaga
lestarinya nilai-nilai insane dan nilai-nilai ilahi (pendidikan moralitas)
c. Menyiapkan
tenaga kerja produktif (pendidikan produktifitas)
Sistematika
yang ketiga melihat pendidikan sebagai gejala manusiawi sekaligus sebagai upaya
sadar dengan mengantisipasi konteks perkembangan sosio-budaya di masa depan.
Sehubungan dengan ini Mochtar Buchori (1994: 81-86) ilmu pendidiakn memiliki
tiga dimensi yang dapat kita bedakan sebagai sistematika ilmu pendidikan,
yaitu:
a. Dimensi
lingkungan pendidikan
b. Dimensi
jenis-jenis persoalan pendidikan
c. Dimensi
waktu dan ruang
Selanjutnya
syarat ketiga bagi disiplin ilmu, yaitu memiliki metode. Dalam arti kata
sesungguhnya, maka metode adalah cara atau jalan. Metode-metode yang dapat
dipakai untuk ilmu pendidikan sebagai berikut (Soedomo, 1990: 46-47; Mub, Said,
1989):
a. Metode
Normatif
Metode berkenaan dengan
konsep manusia yang diideaalkan yang ingin dicapai oleh pendidikan. Metode ini
juga menjawab pertanyyan yang berkenaan denga masalah nilai baik dan nilai
buruk.
b. Metode
Eksplanatori
Metode ini bersangkut
paut dengan pertanyaan tentang kondisi
dan kekuatan apa yang membuat suatu proses pendidikan berhasil.
c. Metode
Teknologis
Metode ini mempunyai
fungsi untuk menungkapkan bagaimana melakukannya dalam rangka menuju
keberhasilan pencapaian tujuan-tujuan yang diinginkan.
d. Metode
Deskriptif-Fenomenologis
Metode ini mencoba
menguraikan kenyataan-kenyataan pendidikan dan kemudian mengklasifikasikan
sehingga ditemukan yang hakiki.
e. Metode
Hermeneutis
Metode ini untuk
memahami kenyataan pendidikan yang konkrit dan historis untuk menjelaskan
makna, struktur dan kegiatan pendidikan.
f. Metode
Analisis Kritis (Filosofis)
Metode ini menganalisis
secara kritis tentang istilah-istilah, pernyataan-pernyataan, konsep-konsep dan
teori-teori yang ada atanu digunakan dalam pendidikan. Syarat lain bagi
disiplin ilmu pendidikan adalahmemiliki evidensi empiris, yaitu adanya
kesesuaian (korespondensi) antara konsepsi teoritisnya dengan
permasalahan-permasalahan dalam praktek sehingga di samping dapat menjelaskan
kasus-kasus yang timbul, juga sekaligus dapat mendukung diaplikasikannya dalam
menjawab permasalahan pendidikan di lapangan, dalam lingkup kajian ilmu
pendidikan.
2.
Sifat-sifat
Ilmu Pendidikan
Pendidikan
sebagai ilmu bersifat empiris, rokhaniah, normative, historis, teoritis, dan
praktis (Sutari Imam Barnadib, 1984: 15-19).
Ilmu
pendidikan bersifat empiris karena objeknya dijumpai dalam dunia pengalaman.
Ilmu pendidikan bersifat rokhaniah, karena situasi pendidikan berdasar atas
tujuan manusia tidak membiarkan peserta didik kepada keadaan alamnya, melainkan
memandangnya sebagai makhluk susila dan ingin membawanya kea rah manusia susila
yang berbudaya.
Ilmu
pendidiakn bersifat normative, karena berdasar atas pemilihan antara yang baik
dan buruk untuk peserta didik pada khususnya dan manusia pada umumnya. Ilmu
pendidiakn bersifat historis, karena memberikan uraian teoritis tentang
system-sistem pendidikan sepanjang jaman dengan mengingat latar belakang
kebudayaan dan filsafat yang bepengaruh pada jaman-jaman tertentu.
Ilmu
pendidikan bersifat teoritis, karena memberikan pemikiran yang tersusun secara
teratur dan logis tentang masalah-masalah dan ketentuan-ketentuan pendidikan.
Ilmu pendidikan juga bersifat praktis, karena memberika pemikiran tentang
masalah dan ketentuan-ketentuan pendidikan yang langsung ditujukan kepada
perbuatan mendidik.
3.
Pengembangan
Pendidikan
Secara
hierarkhis ilmu pendidiakan memiliki dasar sekaligus juga sebagai sumbernya,
yakni filsafat pendidikan. Filsafat pendidikan dan ilmu pendidikan, oleh
Brubacher (1962: 18) dipandang sebagai “complementary disciplines”. Namun dalam
pengambangan ilmu pendidikan, di samping berdasar pada dan bersumber dari
filsafat pendidikan, juga dapat diperkaya dengan mengkaji fondasi-fondasi
pendidikan. Uraian berikut ini akan menyajikan apa fondasi-fondasi pendidikan
itu. Fondasi-fondasi pendidikan adalah studi tentang fakta-fakta dan
prinsip-prinsip dasar yang melandasi pancarian kebijakan-kebijakan dan
praktik-praktik pendidikan yang berharga dan efektif. Prinsip-prinsip itu
adalah dasar untuk dibangunnya rumah pendidikan. Jika dasar itu adalah
substansial, sandaran dan struktur iu kemungkinan akan kuat, dan sebaliknya
(Standard W. Reitman, 1977: 10).
0 komentar:
Posting Komentar